Jumat, 13 Juli 2012

Sang Raja Jin


Judul : Sang Raja Jin
Penulis : Irving Karchmar
Penerbit : Mizan
Tahun : Maret 2012
Halaman : 305 halaman (kurang lebih segitu deh, ha..)
Genre : Religi (Spiritual), Petualangan.

Kilas kisah :
Bab awal dimulai ketika sekumpulan darwis (orang yang berguru dengan seorang sufi) berkumpul dan berdialog dengan syaikh mereka (guru) tentang kehidupan. Kemudian datanglah seseorang yang dikatakan oleh syaikh sebagai teman lama/murid lama bernama Profesor Freeman Solomon seorang ahli simbologi, bersama putrinya Rebecca seorang tentara yang telah selesai bersekolah, dan sahabatnya Kapten Aronn Simach seorang perwakilan Mosad. Prof. Freeman mengatakan bahwa Kapten Simach telah menemukan sebuah silinder berhias permata berisi sebuah pesan berbahasa Yahudi tertua yang dia yakini sebagai petunjuk keberadaan cincin nabi Sulaiman yang legendaris, yang dapat mengendalikan semua jin di muka bumi.
Malam itu diskusi yang membawa Rebecca mengalami pertarungan jiwa terjadi sehingga dia memilih menjadi darwis, kemudian dilanjutkan dengan peristiwa Kapten Simach yang sempat mengalami masa trans (Kesurupan) dan membawa pesan dari nabi Sulaiman, setelah peristiwa itu dan perasaan tenang yang dia alami, diapun memilih menjadi darwis.
Kemudian datanglah seorang qandahar (darwis yang mengembara sendirian) yang mereka sebut si Faqir. Mereka berbincang dan memutuskan untuk mencari cincin nabi Sulaiman sesuai dengan yang ditunjukan pesan.
Maka pergilah mereka, Profesor Freeman, Rebecca, Kapten Aronn Simach, bersama tiga darwis utusan syaikh, Ali dan Rami bersaudara serta Ishaq sebagai juru tulis yang bertugas mencatatat semua peristiwa, dan si Faqir misterius sebagai penunjuk jalan.
Di perjalanan mereka mengalami banyak peristiwa yang menyadarkan mereka akan kebesaran Tuhan, mereka juga akhirnya melihat sendiri kebijaksanaan dan kesaktian dari si Faqir yang diseluruh tempat yang mereka temui memiliki nama yang berbeda, Al Qulub, Sidiqq, Iman, dan banyak panggilan lainnya. Mereka berjalan mencari ‘Gerbang Surga’, melewati badai pasir di tengah gurun, hingga masuk ke dalam alam jin dimana tidak ada makhluk hidup selain bebatuan hitam, bangunan aneh, dan hawa-hawa para jin yang tidak terlihat.

Review :
Kisah ini mungkin adalah kisah fiksi, tapi bagiku mungkin bukan fantasi, karena semua sosoknya (jin, wali, darwis, Qutb) memang ada, dan ke-sufi-annya juga ada.
Sehabis baca aku narik nafas, rasanya baru pulang dari alam jin alias Jinnistan.
Awalnya aku pikir ini adalah sejenis buku petualangan biasa dengan perjalanan-perjalanan misterius penuh sihir dan jin. Namun ternyata kisahnya jauh dari perkiraan. Bukan berarti mengecewakan, karena saat selesai membaca aku berpikir ingin memberinya sampul dengan warna berbeda agar lebih terlihat pentingnya buku ini. Orang-orang yang suka baca buku spiritual sepertinya wajib baca buku ini. Isinya begitu mencerahkan, banyak sekali pesan-pesan terselubung dari setiap percakapan terutama kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Syaikh dan Si Faqir, mengingat kedua tokoh inilah yang paling pendiam dalam cerita, dengan menjunjung sifat kesederhanaan, kediaman, dan tentu saja misterius.
Banyak hikmak yang bisa diambil ketika membaca buku ini, dan kenyataannya aku menyukai buku ini bukan hanya karena aku seorang muslim, karena sumpah deh, meskipun buku ini adalah buku spiritual yang jelas mengambil kegiatan pada darwis yang kebanyakan muslim, kisah ini jelas-jelas netral. Dimana buku ini tidak condong pada satu agama, buku ini menjelaskan betapa menariknya belajar dengan orang bijaksana tanpa harus membatasi diri sendiri. Yang mengendalikan kita hanyalah adab antarmanusia. Kisah ini tidak sedang menarik kita untuk masuk ke dalam sebuah agama sebagai sebuah nama, tetapi lebih pada cara hidup bijaksana, mempercayai Tuhan, mendekat kepada Tuhan, dan berdo’a. Di kisah ini tokoh penting pembuka petualangan yaitu Profesor Freeman, Rebecca, dan kapten Simach adalah seorang yahudi, dan ketika sang Profesor berdoa ala Yahudi, yang lain tersenyum senang karena sang profesor telah lama tidak berdoa. Jadi yang terpenting adalah bagaimana mengingat Tuhan pada diri masing-masing manusia.
Sudut pandang cerita yang dipakai adalah sudut pandang Ishaq, sang juru tulis. Buku ini seakan adalah hasil dari catatan yang dia buat setelah bertualang. Tutur kata dalam kisah ini juga sangat indah dan puitis, semacam membaca tutur Kahlil Gibran versi modern, meski kadang ambigu dan sulit dimengerti. Memang tulisan semacam itu juga ada kekurangannya, bisa menjadi membosankan dan memang diawal bab aku seringkali mengantuk. Keseruan muncul setelah Profesor Freeman muncul.
Just take it and read, gak bakal nyesel, karena banyak pesan moral dan spiritual di buku ini. Memberikan rasa baru dari buku-buku spiritual yang pernah aku baca sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar