Penulis : Lauren Oliver
Penerbit : Mizan Fantasi
Tahun : Desember 2011
Halaman : 515 halaman
Harga : 50.000 (Yeah kurang lebih lahhh ....)
Genre : Fantasi Romantis
Resensi :
Love is Disease. Itulah konsepnya. Bahwa manusia sehat
adalah manusia yang tidak menanggapi segala hal ke hati lalu mencintai, segala
bentuk cinta dilarang karena menjadi sumber segala penyakit. Orang yang
mencintai dianggap binatang.
Hari itu Lena Halloway yang sudah tidak sabar menunggu
–Prosedur Penyembuhan- semacam proses untuk membuat kita tidak lagi mencintai.
Tetapi di tengah proses, ketika Lena diwawancarai, keributan terjadi, dan dia
melihat Alex Sheates disana tersenyum, Lena meyakini dialah biang kerusuhan
yang terjadi. Awalnya dia tidak terlalu memperdulikannya, tetapi pertemua kedua
dengan Alex ketika Lena dan Hanna sahabatnya jogging sore dan masuk daerah
terlarang membuat Lena tahu bahwa keberadaan Alex saat dia diwawancarai adalah
karena dia seorang penjaga –satpam- tempat itu. Meski begitu Lena masih merasa
janggal.
Pertemuan lain berlanjut membuat Lena yakin bahwa Alex bukan
penjaga keamanan biasa, dia aneh, dia terlalu longgar, sikapnya seperti seorang
invalid –orang yang tidak mau atau tidak bisa disembuhkan dan memberontak-
tetapi dia menepis pikiran itu karena tidak mungkin invalid berada di kota dan
Alex punya luka bekas Proses Penyembuhan.
Akhirnya keduanya tetap saling mencintai, Lena yang begitu
kuat memegang teguh bahwa cinta adalah penyakit berubah pikiran setelah
langsung merasakan bagaimana cinta itu, dan kenyataan bahwa Alex berbohong
tidak membuatnya surut untuk hidup bersama Alex.
Celotehan :
Sebenarnya ni buku udah aku baca lama sebelum ngetik resensi
ini, sehingga dia harus aku keluarkan dari persemayaman sekedar mengingatkan
hal-hal remeh yang terlupakan seperti nama lengkap Alex yaitu Alex Sheates.
Oke, jadi waktu itu aku pulang kampus dan ngelewatin sebuah
toko buku, persinggahan pertama gak bikin aku ngambil buku ini, cuma mematutnya
didepan mata kemudian membawanya dalam mimpi (secara tak sadar tentunya) dan
merasa seperti telah melewatkan cowok ganteng yang menyapaku sehingga lusanya
aku kembali membawa buku ini ditangan. Tak ada yang istimewa sebenarnya, namun
entah kenapa covernya cukup menarik. Untuk konsep sendiri, dilihat dari
sinopsis belakang jelas, menceritakan sebuah dunia dengan cinta sebagai
penyakit, dan satu kata ‘absurd’ –sangat- tapi daya tariknya lebih kuat dan
setelah membaca isinya memang semua pemikiran absurd itu hilang. Cara Lauren
bercerita, oh membuat aku jatuh cinta pada Alex, membayangkan dirinya yang
jangkung, kurus, kaos longgar, dan wajah tampan berandalan. Alurnya pun lumayan
cepat (Bahkan ketika ada 515 halaman yang pasti termasuk tebal dan kenyataan
bahwa ceritanya punya sekuel) entah hanya perasaanku saja atau memang cepat dan
itu bagus.
Kekurangannya mungkin ada pada konsep –cinta adalah
penyakit- yang menggantung, memang disitu dikatakan bahwa semua jenis cinta
adalah penyakit, SEMUA. Tetapi entah mengapa semakin jauh cerita berjalan,
cinta itu sendiri menjadi definisi yang sempit hanya pada lawan jenis. Ada
beberapa peristiwa atau penggambaran perasaan yang menunjukan rasa cinta antar
keluarga, misalnya pada keluarga Lena, sulit dipungkiri meskipun dalam
kecanggungan ada sedikit kasih sayang, lalu persahabatannya dengan Hanna, yang
awalnya aku pikir –Hey, itu melanggar hukum, kenapa cuma Alex- dan aku merajuk
tidak ingin melanjutkan membaca selama sedetik. Lalu lanjut lagi sampai habis.
Entah apakah karena penulis ingin menegaskan bahwa sebenarnya “Cinta” adalah
unsur yang tidak dapat dihindari, atau hanya sedikit cela yang lolos dari
konsep (seperti yang kebanyakan terjadi pada novel berunsur fantasi yang sangat
atau mungin saja keluar dari realita yang tidak dialami langsung) tetapi diluar
itu, kisahnya sangat menyentuh dan menampilkan cinta dari sisi yang berbeda,
lebih modern.
Untuk ending, agak predictable
sih dilihat dari rencana yang terlalu sempurna dan mulus dalam melarikan diri,
cuma untuk nasib yang menggantung juga dimaklumi, mengingat memang itu adalah
sifat dari novel yang punya sekuel. Yeah dan sekarang bukannya senang membaca
kisah baru, aku justru tambah paranoid nunggui sekuelnya –Pandemonium- yang
belum juga diterbitkan versi Indonesianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar