Penulis : Alison Goodman
Penerbit : Mizan Fantasi
Tahun : Juli 2012
Halaman : 651 halaman
Resensi :
Eon, dalam pelariannya dari gejolak pemberontakan High Lord
Sethon di kekaisaran mengikut ketua nelayan Tozay setelah dia memastikan bahwa
pangeran selamat dan berhasil kabur.
Sesampainya di kampung nelayan, Ryko sekarat, Della memaksa
Eona yang telah menunjukan jati diri dan tidak bersembunyi di tubuh Eon lamanya
(Eona bahkan telah sembuh dari cacat setelah bersatu dengan naga kembar) untuk
mencoba menyembuhkan Ryko seperti yang dia lakukan kepada Ido dan dirinya
sendiri. Eona melakukannya tetapi dengan itu banyak konsekuensi buruk yang
membuat Eona terus merasa bersalah. Ketidakmampuan dia mengontrol kekuatan yang
besar sehingga warga desa menjadi korban dan Ryko yang telah sembuh membayar
nyawa itu dengan kehendaknya yang sekarang tidak lagi dimilikinya. Kehendaknya sepenuhnya
milik Eona, sehingga Ryko mulai menjauhi Eona.
Mereka mulai mengejar keberadaan pangeran yang diisukan
meninggal, dia ditemukan di sebua tempat persembunyian pemberontakan dalam
keadaan mengamuk karena mengetahui ibunya Putri Jilla dan adiknya yang masih
bayi dibunuh High Lord Sethon dengan beringas.
Sementara itu, mereka juga menanti keberadaan Dillon yang
membawa manuskrip hitam yang membawa jawaban sekaligus malapetaka bagi punggawa
naga. Eona meyakini ada cara menyembuhkan Ryko dari ketidakbebasan kehendak
untuk membayar rasa bersalah Eona bagi Ryko, dan disitu ada juga cara untuk
mengontrol kekuatan punggawa naga asalkan orang itu memiliki darah kaisar.
Dillon ternyata terjebak dalam kekuatan hitam dan tidak bisa
terbebas dari ambisi balas dendam untuk membunuh Eona dan Ido.
Ido terkurung dalam sel dan dicap pengkhianat oleh Sethon,
hingga Eona dan teman-temannya membebaskan Ido dengan tujuan mengajari Eona
bagaimana menguasai kekuatan naga agar tidak mengamuk.
Sepanjang perjalanan menuju kekaisaran untuk melawan High
Lord Sethon, Eona terganggu dengan keberadaan Ido dan hasrat mereka satu sama
lain, di lain pihak Eona sadar rasa persahabatan politis yang dulu terjalin
antara Eon dan Kygo kini berubah menjadi cinta.
Komentar :
Selesai baca Eon, buku Eona selalu terngiang-ngiang, candu
banget buat baca sampe selesai, alhasil ni buku kelar jam setengah empat pagi.
Yakin banget kalo Eon-Eona di film kan bakal box office.
Cerita di buku dua ini rada lebih komplek dan membingungkan
sih, dan big recommended ya, baca Eon dulu baru baca Eona karena kalo langsung
ke Eona sebenarnya masih bisa ditangkap ceritanya, masih jelas, cuma jadinya
meraba-raba. Shock therapy yang mau dimunculkan dalam penokohan jadi gak terasa
(pengalaman pribadi ini, tapi di buku lain). Masalah yang muncul juga gak sekedar
perebutan takhta, pengkhianatan, trik-trik politik dan persahabatan kayak di
Eon, yang di Eona lebih banyak –kalo dibilang tuh- cerita pas di lapangan. Di
Eon banyak cerita berlatar istana, sedangkan ini latarnya lebih bervariasi,
dari satu hutan ke hutan lain, dari satu desa ke desa lain, dari satu rencana
ke rencana lain. Lebih banyak pertarungan juga yang terjadi. Satu hal baru di
Eona, ceritanya lebih perempuan, sesuai dengan Eona yang telah mengakui jati
dirinya sebagai perempuan, kisah romantisnya juga lebih banyak, dibumbui cinta
segitiga antara Eona-Kygo-Ido. Eona yang bingung membedakan perasaannya
terhadap pangeran, apakah sekedar rasa tunduk dan hormat, dan perasaannya pada
Ido antara benci, iba, dan kagum oleh sosok maskulin dan keambisiusannya yang
mirip dengan sifat Eona sendiri.
Big four thumbs up for Eona ......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar